Kamis, 13 Oktober 2011

HUKUM AGRARIA-KONSEPSI DAN PRINSIP HUKUM TANAH NASIONAL

BAB I
PENDAHULUAN



Dalam kehidupan manusia bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk manusia itu sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan kelanjutan kehidupannya. Oleh itu tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat, sehingga sering terjadi sengketa diantara sesamanya, terutama yang menyangkut tanah.Untuk itulah diperlukan kaedah – kaedah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah.
Keseluruhan kaedah hukum yang timbuh dan berkembang didalam pergaulan hidup antar sesama manusia adalah sangat berhubungan erat tentang pemamfaatan antar sesama manusia adalah sangat berhubungan erat tentang pemamfaatan sekaligus menghindarkan perselisihan dan pemamfaatan tanah sebaik–baiknya.Hal inilah yang diatur di dalam hukum tanah adat. Dari ketentuan–ketentuan hukum tanah ini akan timbul hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan hak–hak yang ada diatas tanah
Pada kesempatan kali ini, penyaji makalh akan mencoba membahas mengenai konsepsi dari hukum tanah nasional serta prinsip-prinsip dari hukum tanah nasional itu sendiri.




BAB II
KONSEPSI DAN PRINSIP
HUKUM TANAH NASIONAL



A.    KONSEPSI HUKUM TANAH NASIONAL
1.      Rumusan Konsepsinya
Hukum adat merupakan sumber utama dalam pembangunan Hukum Tanah Nasional. Ini berarti antara lain bahwa pembangunan Hukum Tanah Nasional dilandasi konsepsi Hukum Adat, yang dirumuskan dengan kata-kata:
Komunalistik religious, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung kebersamaan.

2.      Sifat Komunalistik Religius
Sifat komunalisti religious konsepsi Hukum Tanah Nasional ditunjukkan oleh Psal 1 ayat 2:
Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagi karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
Kalau dalam Hukum Adat tanah ulayat merupakan tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, mak dalam Hukum Tanah Nasional semua tanah dalam wilayah Negara kita adalah tanah bersama seluruh rakyat Indonesia, yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia. Pernyataan ini menunjukkan sifat Komunalistik konsepsi hukum Tanah Nasional.
Unsur religious konsepsi ini ditunjukan oleh pernyataan, bahwa bumi, air dan ruang angkasa Indonesia, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Dalam konsepsi Hukum Adat sifat keagaamn Hak Ulayat masih belum jelas benar, dengan rumusan, bahwa tanah ukayat sebagai tanah bersama adalah “peninggalan nenek moyang” atau sebagi “karunia sesuatu kekuatan yang gaib”. Dengan adanya sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” maka, dalam Hukum Tanah Nasional, tanah yang merupakan tanah bersama Bangsa Indonesia, secara tegas dinyatakan sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian sifat religiusnya menjadi jelas benar.
Suasana religius Hukum Tanah Nasional tampak juga dari apa yang dinyatakan dalam Konsederans/Berpendapat dan pasal5, sebagai pesan atau peringatan kepada pembuat Undang-Undang, agar dalam membangun Hukum Tanah Nasional jangan mengabaikan, melalaikan, harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.[1]

B.     PRINSIP-PRINSIP HUKUM TANAH NASIONAL
1.      Asas Nasionalitas
Pasal 1  UUPA
(1)   Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia.
(2)   Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
(3)   Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasuk dalam ayat (2)  pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.

Jadi, bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia menjadi hak dari Bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata menjadi hak dari para pemiliknya saja.Demikian pula, tanah di daerah-daerah dan pulau-pulau tidaklah semata-mata menjadi hak rakyat asli dari daerah atau pulau yang bersangkutan saja. Dalam pasal 3 ayat 3 ini berarti bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air dan ruang angkasa Indonesia itu masih ada pula, maka dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut.

2.      Asas Hak Menguasai Negara
Pasal 2 UUPA
(1)   Atas dasara ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasikekuasaan seluruh rakyat.
Perkataan “dikuasai” bukan berarti “dimiliki”  akan tetapi pengertian yang memberi wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat untuk pada tingkatan tertinggi.
(2)   Hak menguasai dari Negara termasud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk:
a.      Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persedian dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
b.      Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c.       Menentukan dan mengatur hhubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Hak menguasai dari Negara tersebut ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti terwujud kebahagian dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Atas dasar hak menguassai dari Negara tersebut, Negara dapat memberikan tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya. Misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha dan lainnya.Dalam pelaksanaannya, hak menguasai dari Negara tersebut dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

3.      Asas Pengakuan Hak Ulayat
Pasal 3 UUPA
Dengan mengingat etentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

Pasal 5 UUPA
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasioanal dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Hak ulayat merupakan seperangkat wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.[2]Hak ulayat atas tanah masyarakat hukum adat sangat luas yang meliputi semua tanah yang ada di wilayah masyarakat hukum adat.
a.       Kekuatan Hak Ulayat yang berlaku ke dalam
Kekuatan yang dapat memaksa masyarakat hukum adat dalam menguasai masyarakat hukum adat adalah dengan memberikan kewajiban masyarakat hukum adat untuk: memelihara kesejahteraan anggota masyarakat hukumnya, dan mencegah agar tidak timbul bentrokan akibat penggunaan bersama. Dan yang menarik ialah ketika pewaris meninggalkan warisan tanpa ahli waris maka masyarakat hukum adatlah yang menjadi ahli warisnya.
b.      Hubungan Hak Ulayat dengan hak-hak perseorangan
Ada pengaruh timbal balik antara Hak Ulayat dengan hak-hak perseorangan yakni semakin banyak usaha yang dilakukan oleh seseorang atas suatu tanah maka semakin kuat pula haknya atas tanah tersebut.Misalnya tanah yang memiliki keratan dan semakin diakui sebagai hak milik, tiba-tiba tidak diusahakan lagi, maka tanah pribadi tersebut diakui kembali menjadi hak Ulayat.
c.       Kekuatan Hak Ulayat berlaku ke luar
Setiap orang yang bukan masyarakat hukum adat suatu daerah dilarang untuk masuk limgkungan tanah wilayah suatu masyarakat hukum adat tanpa izin Penguasa hukum adatnya.Cara mendapatkan izin ialah dengan memberikan barang (pengisi adat) secara terang dan tunai.[3]

Sekalipun hak ulayat masih diakui keberadaannya dalam sistem Hukum Agraria Nasional akan tetapi dalam pelaksanannya berdasarkan asas ini, maka untuk kepentingan pembangunan tidak dibenarkan jika masyarakat hukum adat berdasarkan hak ulayatnya menolak dibukaknya hutan secara besar-besaran dan teratur untuk melaksanakan proyek-proyek yang besar, misalnya pembukaan areal pertanian yang baru, transmigrasi dan lainnya.


4.      Asas Tanah mempunyai Fungsi Sosial
Pasal 6 UUPA
Semua ha katas tanah mempunyai fungsi sosial.

Tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan Negara.Tetapi dalam pada itu ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Undang-Undang Pokok Agraria memperhatikan pula kepentingan-kepentingan perseorangan.

5.      Asas Perlindungan
Pasal 9 (1) jo. pasal 21 ayat 1 UUPA:
Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.

Yaitu bahwa orang perseorangan atau badan hukum dapat mempunyai hak atas tanah untuk keperluan pribadi maupun usahanya.
Pasal11 (2) UUPA:
Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomi lemah.

a.       Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing.
b.      pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang (pasal 26 ayat 2).
c.       Orang-orang asing dapat mempunyai tanah dengan hak pakai yang luasnya terbatas.
d.      Demikian juga pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik (pasal 21 ayat 2).
e.       Dasar pertimbangan melarang badan-badan hukum mempunyai hak milik atas tanah, ialah karena badan-badan hukum tidak perlu mempunyai hak milik tetapi cukup hak-hak lainnya.
f.       Boleh hak lain, asal saja ada jaminan-jaminan yang cukup bagi keperluan-keperluannya yang khusus (hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai menurut pasal 28, 35 dan 41).
g.      Dengan demikian maka dapat dicegah usaha-usaha yang bermaksud menghindari ketentuan-ketentuan mengenai batas maksimum luas tanah yang dipunyai dengan hak milik (pasal 17).
h.      Meskipun pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mem- punyai hak milik atas tanah, tetapi mengingat akan keperluan ma- syarakat yang sangat erat hubungannya dengan faham keagamaan, sosial dan hubungan perekonomian, maka diadakanlah suatu "escape-clause" yang memungkinkan badan-badan hukum tertentu mempunyai hak milik.
i.        Dengan adanya "escape-clause" ini maka cukuplah nanti bila ada keperluan akan hak milik bagi sesuatu atau macam badan hukum diberikan dispensasi oleh Pemerintah, dengan jalan menunjuk badan hukum tersebut sebagai badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah (pasal 21 ayat 2).
j.        Badan-badan hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan ditunjuk dalam pasal 49 sebagai badan-badan yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, tetapi sepanjang tanahnya diperlukan untuk usahanya dalam bidang sosial dan keagamaan itu. Dalam hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan bidang itu mereka dianggap sebagai badan hukum biasa.

6.      Asas Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan
Pasal 9 (2):
Tiap-tiap warganegara Indonesia baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Pasal 11 (20)
Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat diamana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomi lemah.

Ditentukan bahwa jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasita, dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.Ketentuan ini merupakan alat untuk melindungi golongan-golongan yang lemah.
Dalam hubungan itu dibuat ketentuan yang dimaksudkan mencegah terjadinya penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas dalam bidang-bidang usaha agraria.
Segala usaha bersama dalam lapangan agrarian harus didasarkan atas kepentingan nasional dan pemerintah berkewajiban mencegah adanya organisasi dan usaha-usaha perseorangan dalam lapangan agrarian yang bersifat monopoli swasta.Dan tidak hanya monopoli swasta, tetapi juga usaha-usaha pemerintah yang bersifat monopoli harus dicegah jangan sampai merugikan rakyat banyak.


7.      Asas Tanah untuk Pertanian
Pasal 10 (1) UUPA
Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak ats tanh pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan tau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
Pasal 12 UUPA
(1)    Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya.
(2)    Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria.
Pasal 13.
(1)   Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2)   Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3)   Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4)   Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha di lapangan agraria.

Pelaksanaan asas tersebut menjadi dasar hampir diseluruh dunia yang menyelenggaarakan landreform.Yaitu tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara efektif oleh pemiliknya sendiri.

8.      Asas Tata Guna Tanah
Pasal 7 UUPA
Untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.

Untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara dalam bidang agrarian, perlu adanya suatu rencana (planning) mengenai peruntukan, penggunaan dan persedian bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara.
a.       Rencana umum (National Planning)
ð  Rencana yang meliputi seluruh  wilayah Indonesia, kemudian diperinci menjadi rencana-rencana khusus.
b.      Rencana khusus (Regional Planning)
ð  Perencanaan atas bagian per bagian wilayah di Indonesia atau dapat dikatakan rencana per daerahnya.
Asas ini merupakan hal yang baru dengan tujuan setiap jengkal tanah dipergunakan se efisien mungkin dengan memperhatikan asas Lestari, Optimal, Serasi, dan Seimbang (LOSS) untuk penggunaan tanh di pedesaan, sedangkan asas Aman, Tertib, Lancar dan Sehat (ATLAS) untuk penggunaan tanah di perkotaan.




BAB III
KESIMPULAN


Komunalistik religious, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung kebersamaan.
Suasana religius Hukum Tanah Nasional tampak juga dari apa yang dinyatakan dalam Konsederans/Berpendapat dan pasal5, sebagai pesan atau peringatan kepada pembuat Undang-Undang, agar dalam membangun Hukum Tanah Nasional jangan mengabaikan, melalaikan, harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Hukum Pertanahan Nasional mempunyai prinsip-prinsip seperti: asas nasionalitas, Asas Hak Menguasai Negara, Asas Pengakuan Hak Ulayat, Asas Tanah mempunyai Fungsi Sosial, Asas Perlindungan, Asas Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan, asas tata Guna Tanah serta Asas Tanah untuk Pertanian.




KEPUSTAKAAN



Harsono, Budi. 2008. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan

Santoso, Urip. 2006. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana

Supriadi. 2008. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika


http://abuabuaan.blogspot.com/2011/03/eksistensi-hukum-agraria-dalam.html


http://pena.aminuddinsalle.com/?p=550


[1]Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2008), h. 228
[2] Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 57
[3]http://asdarfh.wordpress.com/hukum-adat-dalam-hukum-tanah-nasional/

1 komentar:

  1. sangat membantuku,..kunjungi juga http://law.uii.ac.id/berita-hukum/tambah-baru/dprd-ciamis-ajak-diskusi-fh-uii-soal-pertanahan.html

    BalasHapus